Catatan Hitam Urusan Pajak, Ada Celah Ada Untung

bantenpro.id – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menjadi sorotan publik akibat kasus Mario Dandy Satriyo, anak eks pegawai Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Rafael Alun Trisambodo. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai turun tangan dan akhirnya menetapkan Rafael sebagai tersangka gratifikasi.

Selain Rafael, nama-nama lain juga ikut terseret. Wahono Saputro, misalnya. Kepala Kantor Pajak (KPP) Madya Jakarta Timur tersebut saat ini tengah menjadi sorotan karena diduga memiliki afiliasi dengan Rafael Alun.

Terseretnya nama-nama pegawai pajak dalam pusaran harta kekayaan tak wajar seolah mengembalikan ingatan publik pada pegawai pajak, yang terbukti melakukan pencucian uang dan menerima gratifikasi, seperti Gayus Tambunan hingga Angin Prayitno. Kasus Gayus sudah berlalu lebih dari satu dasawarsa.

Boleh dibilang, reformasi birokrasi pajak tak akan pernah berjalan sempurna. Sebagai konsekuensinya, timbul celah yang dimanfaatkan oknum untuk mencari keuntungan sendiri. Celah tersebut biasanya terjadi ketika adanya interaksi antara petugas pajak dan Wajib Pajak saat melakukan pemeriksaan.

Interaksi tentang perhitungan pajak seringkali berbeda antara petugas pajak dan Wajib Pajak karena perbedaan sudut pandang penafsiran aturan pajak yang begitu kompleks dan tidak seluruh Wajib Pajak memahami.

Satu sisi Wajib Pajak ingin bayar pajak seminimal mungkin. Sementara petugas pajak menginginkan utang pajak maksimal.

Ketika Wajib Pajak tidak punya pilihan lain untuk bersengketa, Wajib Pajak kadang ambil jalan pintas. Caranya; dengan kongkalikong menentukan nilai utang pajak.

Baca Juga :  Ulama Akan Ajak Warga Tak Bayar Pajak Jika Terbukti Diselewengkan

Kongkalikong itu setidaknya memberikan win-win solution antara Wajib Pajak dengan petugas pajak. Dalam hal ini Wajib Pajak merasa diuntungkan karena utang pajak turun. Sedangkan oknum petugas juga mendapatkan imbalan dari Wajib Pajak karena telah membantu menurunkan utang pajak.

Kondisi tersebut sudah berlangsung sejak zaman kolonialisme Belanda. Saat itu, ketentuan pajak Indonesia mengacu pada Ordonansi Pajak Perseroan 1925. Pajak ditentukan dengan sistem official assessment. Artinya, petugas pajak menentukan utang pajak dari Wajib Pajak. Di situlah terjadi negosiasi seperti uraian di atas.

Jika diibaratkan seperti gunung es, tidak ada satu orang pun yang tahu sejauh mana praktik tersebut marak. Pasalnya, kongkalikong tersebut menguntungkan dua belah pihak. Proses identifikasi pun menjadi sulit.

Publik tak akan lupa, setidaknya ada tujuh eks pegawai pajak yang pernah berurusan dengan hukum imbas kongkalikong dengan pengemplang pajak. Berikut daftarnya:

1. Gayus Tambunan Mantan pegawai DJP golongan III A

Gayus Tambunan terbukti menyalahgunakan wewenang ketika menangani keberatan pajak PT Surya Alam Tunggal (SAT) dengan kerugian Rp570,92 juta. Selain itu ia juga memberikan uang kepada polisi total 10.000 dolar Amerika Serikat (AS), memberikan uang kepada hakim sebesar 40.000 dolar AS, dan terbukti memberikan keterangan palsu soal uangnya senilai Rp28 miliar yang didapat dari hasil korupsi.

Ia juga melakukan penggelapan pajak PT Megah Citra Raya, pencucian uang, penyuapan penjaga tahanan Brimob Kelapa Dua Depok, serta pemalsuan paspor.

Baca Juga :  BPKD Kota Tangerang Ingatkan Pengusaha Bayar Pajak Daerah, Tak Dibayar Aset Bisa Disita

Gayus dijatuhi hukuman total 29 tahun penjara. Dalam kasus ini, Gayus mempunyai berbagai modus. Salah satunya melakukan negosiasi surat ketetapan pajak (SKP). Cara ini dilakukan untuk menaikkan maupun menurunkan nilai pajak.