bantenpro.id – Deputi Bidang Kesatuan Bangsa Kementerian Koordinasi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) Janedri Gaffar menyebut tak ada larangan mengenai politik identitas ataupun politisasi agama di dalam Undang-Undang Pemilu.
Janedri menyampaikan larangan politik identitas juga tak diatur dalam dua undang-undang pemilihan kepala daerah. Dia menyebut perundang-undangan hanya melarang kampanye hitam.
“Apakah politik identitas itu dilarang, politisasi agama dilarang? Sama-sama tidak ada pengaturannya secara jelas tegas di dalam UU Pemilu maupun UU Pilkada,” kata Janedri dalam Rapat Koordinasi Nasional Pemerintah Daerah dan Forum Kerukunan Umat Beragama di Tangerang, Selasa (28/02/2023) lalu.
Meski demikian, ia menegaskan semua pihak harus mencegah politisasi agama dan politik identitas. Menurutnya, dua hal itu sangat berbahaya bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Janedri berkata Indonesia diberkati dengan keragaman agama, budaya, dan banyak hal. Dia khawatir jika perbedaan itu hanya dimanfaatkan untuk pemenangan kandidat dalam pemilihan.
“Preferensi politik berdasarkan identitas yang kemudian menjadi komoditas politik melalui black campaign atau negative campaign, itulah yang harus kita hindari bersama,” ujarnya.
Sebelumnya, politik identitas dan politisasi menjadi perhatian publik sejak kampanye-kampanye dengan mengaitkan isu agama. Tren kampanye itu terlihat dari beberapa gelaran, seperti Pilpres 2014, Pilkada DKI Jakarta 2017, dan Pilpres 2019.
Dua hal itu kembali mencuat ke publik menjelang Pilpres 2024. Terlebih lagi setelah Partai Ummat-yang kemudian mendeklarasikan dukungan untuk Anies Baswedan-menyatakan diri sebagai bagian dari politik identitas.
“Kami akan secara lantang mengatakan, ‘Ya, kami Partai Ummat, dan kami adalah politik identitas’,” ungkap Ketua Umum Partai Ummat Ridho Rahmadi dalam pidatonya di pembukaan Rakernas Partai Ummat, Jakarta, Senin (13/02/2023) dikutip bantenpro.id dari CNN Indonesia. (bpro)