Apa Itu Restorative Justice yang Kerap Disebut Gubernur?

bantenproNews – Gubernur Banten Wahidin Halim (WH) beberapa kali menyebut soal restorative justice atau keadilan restoratif dalam penyelesaian laporannya tentang buruh di Polda Banten.

Perihal restorative justice ini juga tertulis dalam surat kesepakatan perdamaian yang ditandatangani WH dengan enam orang buruh tadi malam. Dalam surat tersebut, WH dan buruh sepakat saling memaafkan dan berdamai menyelesaikan permasalahan melalui restorative justice.

Sepekan sebelum perdamaian, kuasa hukum Gubernur Banten, Asep Abdulah Busro, juga pernah menyebutkan bahwa Gubernur Banten Wahidin Halim membuka kesempatan restorative justice (keadilan restoratif) sebagai jalan tengah kedua belah pihak.

Baca Juga :  WH-Buruh Islah; Malam Ini Berdamai, Besok Cabut Laporan

Apa itu restorative justice?

Menurut Kuat Puji Prayitno (2012), yang dikutip oleh I Made Tambir (2019) dalam penelitian berjudul “Pendekatan Restorative Justice dalam Penyelesaian Tindak Pidana di Tingkat Penyidikan”, restorative justice merupakan alternatif dalam sistem peradilan pidana dengan mengedepankan pendekatan integral antara pelaku dengan korban dan masyarakat sebagai satu kesatuan untuk mencari solusi serta kembali pada pola hubungan baik dalam masyarakat.

Kendati begitu, tidak ada satu pun ketentuan yang secara tersurat mengatur pendekatan restorative justice dalam menyelesaikan tindak pidana di tingkat penyidikan.

Sementara itu, menurut pakar hukum pidana Mardjono Reksodiputro, ditulis oleh Jurnal Perempuan (2019), restorative justice adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk membangun sistem peradilan pidana yang peka tentang masalah korban.

Mardjono mengatakan, restorative justice penting dikaitkan dengan korban kejahatan, karena pendekatan ini merupakan bentuk kritik terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini yang cenderung mengarah pada tujuan retributif, yaitu menekankan keadilan pada pembalasan, dan mengabaikan peran korban untuk turut serta menentukan proses perkaranya.

Baca Juga :  Gubernur Banten Tak Akan Cabut Laporan sebelum Buruh Minta Maaf secara Tertulis

Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit juga pernah menerbitkan surat telegram yang berisi tentang pedoman penanganan perkara tindak kejahatan. Surat telegram itu terbit pada 22 Februari 2021.

Lewat telegram, Jenderal Listyo menyatakan tindak pidana yang dapat diselesaikan dengan cara restorative justice yaitu kasus-kasus pencemaran nama baik, fitnah, atau penghinaan. Ia pun meminta penyidik Polri tidak melakukan penahanan.

Sementara itu, tindak pidana yang mengandung unsur SARA, kebencian terhadap golongan atau agama dan diskriminasi ras dan etnis, serta penyebaran berita bohong yang menimbulkan keonaran tidak dapat diselesaikan dengan restorative justice. (bpro)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *