bantenproNews – Indonesian Corruption Watch (ICW) menemukan potensi kecurangan pada lelang rehabilitasi Masjid Raya Al-Azhom Kota Tangerang. Potensi kecurangan ini ditemukan berdasarkan tujuh indikator yang dianalisa ICW. Organisasi antikorupsi itu pun kemudian menyematkan tanda merah pada lelang proyek senilai Rp2.523.509.925,20.
Peneliti ICW Kes Tuturoong mengatakan, metode yang digunakan untuk menganalisa lelang tersebut menggunakan metode Potential Fraud Analysis (PFA). Metode ini digunakan untuk melihat sejauh mana potensi risiko kecurangan dari paket pengadaan pemerintah.
“Semua paket pengadaan barang dan jasa dikasih bobot skor berdasarkan indikator-indikator. Ada tujuh indikator yang kami pakai,” kata Kes kepada bantenpro.id, Jumat (17/12/2021).
Ketujuh indikator tersebut yakni durasi tender, perbandingan nilai kontrak dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS), nilai kontrak, nama tender, deskripsi tender, durasi pengadaan, dan pemenang berulang. Masing-masing indikator memiliki skor dengan skala nol sampai lima. Semakin tinggi skor, semakin tinggi risiko penyimpangan.
Pada lelang proyek rehabilitasi Masjid Raya Al-Azhom, ICW menemukan perbandingan nilai kontrak dan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang terlampau jauh.
HPS proyek tersebut Rp3.299.845.000. Sementara harga yang ditawarkan pemenang tender Rp2.523.509.925,20. Dengan selisih harga yang terlampau jauh mencapai hampir Rp700 juta di bawah HPS ini, maka ICW memberikan skor lima. Skor lima merupakan skor tertinggi potensi kecurangan dari penilaian indikator yang digunakan ICW.
“Semakin jauh nilai kontrak di bawah HPS mengindikasikan perencanaan kurang baik dan potensi penyimpangan tinggi,” katanya.
Indikator lainnya, ICW menilai durasi antara tanggal pengumuman lelang dengan penetapan pemenang terlampau lama. Indikator ini mendapatkan skor empat.
“Waktu yang lebih lama antara tanggal pengumuman dengan penetapan pemenang dapat mengindikasikan inefisiensi dalam proses pengadaan,” kata Kes.
Selanjutnya nama tender Rehabilitasi Masjid Raya Al-Azhom mendapatkan skor empat. Menurut ICW, judul tender dengan jumlah karakter yang terlalu sedikit mengindikasikan kurangnya integritas.
“Judul yang singkat dapat mengurangi kesempatan bagi penyedia potensial untuk mengikuti tender,” ujar Kes menjelaskan.
Tak cuma itu, ICW juga menyoroti deskripsi pengadaan dengan jumlah karakter yang terlalu sedikit. Nilai yang diberikan ICW pada indikator ini yaitu skor lima. Pada pengadaan tersebut, deskripsi pekerjaan tertulis hanya ‘rehabilitasi masjid’.
“Deskripsi pengadaan dengan jumlah karakter yang terlalu sedikit mengindikasikan kurangnya integritas. Deskripsi yang singkat juga dapat mengurangi kesempatan penyedia potensial untuk mengikuti tender,” ujar Kes.
Selanjutnya, pengadaan renovasi Masjid Raya Al-Azhom dimenangkan oleh perusahaan yang telah berulang kali memenangkan pengadaan di tahun anggaran yang sama. CV R2 Prima diketahui memenangkan pengadaan sebanyak empat kali di tahun anggaran 2021.
“Indikator ini mendapatkan skor empat. Semakin banyak sebuah perusahaan menang di tahun anggaran yang sama, maka potensi penyimpangannya akan semakin besar,” kata Kes.
Hasil akhir analisa potensi kecurangan terhadap tender pengadaan ini, ICW memberikan skor Potential Fraud Analysis (PFA) sebesar 71,43 dari 100.
Sampai berita ini ditayangkan, Unit Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Tangerang belum berkenan memberikan tanggapan atas penilaian ICW terhadap lelang rehabilitasi Masjid Raya Al-Azhom.
bantenpro.id telah berupaya menemui Kepala ULPBJ Kota Tangerang Ati Latumarisa pada Kamis (23/12/2021) di kantornya. Namun, Ati enggan ditemui.
Melalui seorang sekuriti di kantor ULPBJ bernama Sopian, Ati menyarankan agar bantenpro.id meminta tanggapan tentang proses lelang tersebut kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) di Dinas Komunikasi dan Informasi (Diskominfo) Kota Tangerang.
Sementara ketika dihubungi bantenpro.id, Jumat (24/12/2021), Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Dinas Komunikasi dan Informasi Yunita menyatakan, dirinya tidak mempunya kewenangan untuk memberikan tanggapan terkait proses lelang.
Yunita berujar, dia hanya melayani permintaan informasi yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Saya kan PPID, (soal lelang) enggak ada kaitannya dengan bidang saya. Harusnya Bu Ati yang memberikan statement,” jelasnya. (mst/bpro)